Makassar - Rusaknya wilayah tangkap nelayan dimulai saat salah satu kapal perusahaan dredging terbesar di dunia asal Belanda, Queen of the Netherlands, milik Royal Boskalis melakukan aktivitas penambangan pasir laut sejak 12 Februari hingga 25 Oktober 2020. Penambangan pasir laut ini diperuntukkan untuk reklamasi Makassar New Port.
Pada Jumat, 10 Desember 2021, bertempat di sekitar reklamasi Makassar New Port, Koalisi Save Spermonde melakukan aksi kampanye tepat diperingatan hari HAM Internasional. Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulawesi Selatan salah satu organisasi yang tergabung dalam Koalisi Save Spermonde menjelaskan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes dan penolakan pada kegiatan reklamasi laut untuk pembangunan MNP.
“Aksi ini memberi pesan langsung kepada Presiden, Kementerian BUMN dan PT Pelindo Untuk mengakhiri dan menghentikan rencana perluasan Makassar New Port yang kami anggap memiliki dampak yang sangat buruk bagi kehidupan masyarakat dan perempuan pesisir kota Makassar terkhusus di Pulau-Pulau kecil seperti di pulau Kodingareng, ” kata Muhammad Amin.
Kata Amin, proyek Makassar New Port merenggut sumber mata pencaharian masyarakat pulau kodingareng terkhusus nelayan tradisional dan perempuan pesisir Makassar dan Pulau Kodingareng yang selama ini memanfaatkan atau menggantungkan hidup dari laut.
Kehidupan mereka semakin sulit dan berpotensi membuat anak-anak putus sekolah karena tak adanya pendapatan dari para nelayan.
“Olehnya itu, Kami minta presiden untuk segera menghentikan rencana perluasan Makassar New Port dan menghentikan seluruh aktivitas tambang pasir laut di Sulawesi Selatan. Begitu juga kami meminta pihak-pihak terkait yang terlibat dalam aktivitas penambangan pasir laut di tahun 2020 untuk segera bertanggungjawab atas penderitaan dan pemiskinan masyarakat, serta kerusakan yang terjadi di wilayah tangkap nelayan. Terkhusus bagi PT Royal Boskalis, PT Pelindo, PT Pembangunan Perumahan dan perusahaan pemilik konsesi seperti PT Banteng Laut Indonesia dan PT Alefu Karya Makmur, ” tegas Amin.
Terakhir, Walhi Sulawesi Selatan juga mendesak Gubernur dan DPRD Sulawesi Selatan untuk merevisi Perda RZWP3K Sulsel. Menurut Walhi, perda ini tidak berpihak pada masyarakat pesisir. Walhi juga meminta Gubernur tegas pada perusahaan agar bertanggung jawab secara penuh atas kerugian, pemiskinan serta kerusakan lingkungan akibat tambang pasir laut.
Narahubung Direktur Eksekutif Walhi Sulsel - Muhammad Al Amin (0822-9393-9591)
Baca juga:
Mobil Sedan Terjebak Banjir di Tanete Rilau
|